Jumat, 27 Maret 2015

Ahok Tidak Bisa Dijatuhkan karena Soal Etika

Tim panitia angket Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI kembali memanggil pakar untuk diminta keterangannya. Kali ini yang diundang adalah Prof Tjipta Lesmana, yang juga pakar komunikasi politik dari Universitas Indonesia (UI). Ia menilai, persoalan etika dalam berkomunikasi tidak bisa dijadikan alat bagi DPRD DKI untuk melengserkan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
"Soal etika hanya sebagai faktor pendukung saja "
"Gubernur tidak bisa dijatuhkan karena soal etika. Soal etika hanya sebagai faktor pendukung saja," kata Tjipta saat memberikan keterangan di DPRD DKI, Jumat (27/3).
Ia mengakui, di dalam TAP MPR No VI tahun 2001 memang diatur bahwa setiap kepala daerah harus menjaga etika dan norma selama menjalani roda pemerintahan. Namun, ketentuan tersebut tidak serta merta bisa dijadikan dasar bagi DPRD DKI untuk melengserkan gubernur dari jabatannya.
"Tidak bisa. Karena Tap MPR harus dijabarkan dalam Undang-undang," ujarnya.
Tjipta melanjutkan, di Undang-undang tersebut juga harus dicantumkan mengenai sanksi atas pelanggaran etika dan norma komunikasi yang dilakukan kepala daerah seperti gubernur.
"Susah kalau itu diambil. Penjabarannya di Undang-undang bakal sulit," tuturnya.


Menurut Tijpta, persoalan etika gubernur dalam berkomunikasi seharusnya bisa diselesaikan jika kalangan eksekutif dan legislatif sama-sama tidak saling menjatuhkan.

Kamis, 26 Februari 2015

Djarot Minta Temuan BPK Diselesaikan

Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidajat memberikan waktu dua bulan kepada jajarannya untuk menyelesaikan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mencatat sebanyak 6.096 temuan terkait laporan keuangan di Pemprov DKI Jakarta.
"Kita harap dalam waktu dua bulan bisa diselesaikan temuannya. Karena ini kan untuk penyelesaian temuan BPK sejak tahun 2004 sampai 2014, harus diselesaikan dong "
"Kita harap dalam waktu dua bulan bisa diselesaikan temuannya. Karena ini kan untuk penyelesaian temuan BPK sejak tahun 2004 sampai 2014, harus diselesaikan dong. kalo kerugian diganti, kekurangan disempurnakan administrasinya," kata Djarot, di Balaikota DKI Jakarta, Rabu (25/2).
Dirinya optimis jika dalam tempo dua bulan temuan tersebut bisa diselesaikan. Kendati demikian, penyelesaian harus dilakukan secara teliti. Pasalnya, waktu temuan sudah terlalu lama dan dikhawatirkan pejabat yang bersangkutan telah pensiun atau meninggal.
"Jadi sangat serius. Kita berusaha untuk menyelesaikan karena kejadian dari tahun 2004. Jangan sampai 2015 ada temuan lagi," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Inspektorat DKI Jakarta, Lasro Marbun mengatakan, dari 6.096 temuan, sebanyak 4.642 di antaranya sudah diselesaikan. Sementara itu, 1.163 temuan masih dalam proses penyelesaian. Sehingga tinggal tersisa 291 temuan yang belum diselesaikan.
"Jadi lumayan tinggal 291 temuan yang belum diselesaikan," jelas Lasro.
Menurutnya, beberapa temuan sedang diproses. Bahkan, beberapa unit sudah diselesaikan, tapi belum dilaporkan. Target penyelesaian dua bulan, menurut Lasro, lantaran pada bulan Juli mendatang laporan keuangan tahun anggaran 2014 harus diserahkan kepada BPK. Sehingga diharapkan, saat menyerahkan laporan keuangan tersebut sudah tidak ada masalah lainnya.
"SKPD yang paling banyak yakni di BPKD karena di sana ada pengelolaan aset dan kewajiban pihak ketiga yang belum tertagih," tandasnya.

Minggu, 22 Februari 2015

Kemendagri Harap APBD DKI Bisa Segera Digunakan



Kemendagri Minta Pemprov - Dewan Duduk Bersama
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) duduk bersama untuk menyelesaikan persoalan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2015. Penyelesaian masalah ini dinilai sangat penting agar APBD bisa cair dan segera digunakan.

"Kami sudah kembalikan (draft APBD), untuk mendapat semacam perbaikan harus ada substansi RAPBD (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) yang belum dapat kesamaan persepsi antara kepala daerah dengan legislatif. Ini masalah rumah tangga daerah," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Reydonnyzar Moenek dalam diskusi di DPRD DKI, Rabu (18/2).

Ia mengatakan, Kemendagri bersedia menjadi mediator antara Pemprov DKI dan DPRD DKI bila tidak kata sepakat terkait polemik APBD 2015. 

"Lebih cepat lebih baik. Tapi, tepat substansi, prosedur dan materi. Sehingga kita berharap APBD DKI dapat segera digunakan," harapnya.

Guna menyelesaikan polemik itu, lanjut Reydonnyzar, Kemendagri akan menawarkan konsep untuk membangun komunikasi dan kesamaan persepsi itu. 

”Kami tidak ingin ada kemelut dan polemik karena APBD untuk kemakmuran warga Jakarta,” tuturnya. 

Ia juga mendukung penerapan sistem e-budgeting yang telah diterapkan oleh Pemprov DKI dalam penyusunan APBD DKI. Namun, menurutnya harus ada kesepakatan bersama di antara kedua belah pihak. 

”Tapi tolong itu dibahas dan disepakati bersama antara kepala daerah dengan dewan agar clear dan yang muncul hasil pembahasan bersama,” tandasnya.