Tim panitia angket Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI kembali memanggil pakar untuk diminta keterangannya. Kali ini yang diundang adalah Prof Tjipta Lesmana, yang juga pakar komunikasi politik dari Universitas Indonesia (UI). Ia menilai, persoalan etika dalam berkomunikasi tidak bisa dijadikan alat bagi DPRD DKI untuk melengserkan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
"Soal etika hanya sebagai faktor pendukung saja "
"Gubernur tidak bisa dijatuhkan karena soal etika. Soal etika hanya sebagai faktor pendukung saja," kata Tjipta saat memberikan keterangan di DPRD DKI, Jumat (27/3).
Ia mengakui, di dalam TAP MPR No VI tahun 2001 memang diatur bahwa setiap kepala daerah harus menjaga etika dan norma selama menjalani roda pemerintahan. Namun, ketentuan tersebut tidak serta merta bisa dijadikan dasar bagi DPRD DKI untuk melengserkan gubernur dari jabatannya.
"Tidak bisa. Karena Tap MPR harus dijabarkan dalam Undang-undang," ujarnya.
Tjipta melanjutkan, di Undang-undang tersebut juga harus dicantumkan mengenai sanksi atas pelanggaran etika dan norma komunikasi yang dilakukan kepala daerah seperti gubernur.
"Susah kalau itu diambil. Penjabarannya di Undang-undang bakal sulit," tuturnya.
Menurut Tijpta, persoalan etika gubernur dalam berkomunikasi seharusnya bisa diselesaikan jika kalangan eksekutif dan legislatif sama-sama tidak saling menjatuhkan.